kata orang, pekerjaan yang paling menjengkelkan itu adalah menunggu.

Aku setuju sekali.

Jika ada orang yang membuat aku menunggu, pasti rasa jengkel yang ada.

Awalnya sih begitu…

Tapi mungkin karna sering menemui hal “menunggu”.

Karna disini, terutama orang-orang yang bermukim di smg, mempunyai ungkapan “jam karet”, bahkan jadi santapan sehari-hari untuk orang yang punya gawe, aku jadi terbiasa.

Bahkan, aku yang awalnya disiplin, tertular jam karetnya.

Nyantai brooo…

Selalu itu yang kudengar.

Lalu saat rasa santaiku menular ke hal-hal yang lain, apa aku masih pantas untuk panik??.

Saat harus mengerjakan tugas membuat iklan, semangatku hilang, dan langsung membatin nyantai ah…”

Bahkan dalam segala hal…, rasa nyantai itu menjalar ke sendi kehidupanku.

Bahkan untuk mengerjakan tugas kuliah pun!!… oh my god!!…

Prioritas yang menjadi utama hanya jadi selingan sesaat buatku.

Sekarang yang terjadi aku malah bingung.

Bingung gimana caranya mengembalikan sikap disiplinku yang (ternyata) benar-benar hilang!!!…

Bingung, karna ternyata dampak nyantaiku membawa petaka!, apalagi aku juga orang yang PELUPA!!, lengkap deh…

Bingung juga sih, karna saat aku belajar untuk mendisiplinkan diri, malah kagok yang ada…

Rasanya ada yang aneh…. Hati terasa berdebar-debar kencang, karna harus “segera diselesaikan”, walau tenggat waktunya sebenarnya cukup lama.

Mungkin ini juga ya, yang dialami orang yang terbiasa molor, lalu di haruskan disiplin waktu, atau disiplin kerja. Pasti bawaannya senewen.


Angin…

Pagi yang masih berselimutkan kesejukan.

Saat ini kau tiupkan berita yang membuat aku makin bergemuruh.

Kau titipkan kabar lewat bibirnya saat aku ingin menata hatiku, oleh hadirnya yang selalu menggelitik rasa keingin tahuan akan arti sebuah cinta.

Angin…

Kenapa kau sebarkan berita itu, saat aku belum sanggup untuk benar-benar menghilangkan wajahnya dari ingatanku.

Angin…

Tiupanmu kini membuatku terbang ke alam bebas untuk bisa menyentuhnya.

Kalau memang kabar yang kau kirimkan itu benar…, biarlah ku ikhlaskan rasa sakit yang akan menderaku nanti……, asalkan ia mau membalas undangan rinduku.

Angin…

Tiupanmu kini menyeka raut wajahku.

Aku ingin kau sampaikan berita suka padanya, bahwa aku ingin dia yang membelai wajahku. Walau untuk yang terakhir kali…

Aku merindukan tangannya yang menyentuh bibirku yang terkatup saat itu…

Aku merindukan tangannya yang nakal membangkitkan birahiku, saat jemarinya menari di tengkuk leherku.

Angin…

Kali ini terpaan tiupanmu menyentuh seluruh tubuhku.

Mendinginkan sebujur tubuh yang telah membeku oleh cintanya yang tak pernah menghangatkanku

Dingin yang telah ia ciptakan menusuk rasa gelisah yang ingin kukabulkan lewat peraduan.

Angin…

Kau telah hempaskan aku untuk mencari 1 malam yang pernah aku persembahkan untuknya.

Lewat tiupanmu, kerinduan untuk menyentuh bibirnya semakin memuncak.

Perlahan… kau membuka kenangan lewat tiupanmu yang membuat aku smakin tergerak untuk mencari cara agar kerinduan “nakal”ku terkabul.

Angin…

Kau tidak pernah lelah menyentuh jiwa-jiwa panas yang terbakar oleh nafsu sesaat.

Justru kini aku telah terbakar …

1 hari…2 hari… hingga 1 minggu beranjak, kerinduanku ternyata belum juga tertuntaskan.

Kali ini aku tidak mampu lagi untuk menunggu…

Menunggu kedatangannya yang menghangatkan sebujur tubuh yang telah mendingin oleh hatinya.

Menunggu untuk bisa menari-nari di kesunyian malam.

Saling bernyanyi oleh erangan rindu yang telah lama tersimpan.

Dan saling menguasai raga yang telah haus oleh belaian.

Aku ingin mengulangi fase yang mungkin buruk olehmu, namun terasa nikmat ku sentuh…

Angin…

Kini tiupanmu menerbangkanku…

Yang akhirnya membawaku ke tempat asing yang bernama “keraguan”

Rindu yang telah memuncak dan siap meletus, harus kutumbang oleh acuh sikapnya, yang bermuara di diriku…

Angin…

Dengarkanlah beritaku.

Sebelum ia beranjak pergi dan membawa sekeping cintaku…

Aku ingin ia membalas kerinduanku. Ia harus menghangatkan tubuhku yang telah dingin…

Biarkan ia mempermainkan jiwa ragaku…

Biarkan ia menari-nari di atas lukaku nanti…

Asal, ia tahu… kali ini aku berdiri di pintu pengharapan dirinya.


Dear…

Si mas kembali menghubungi aku.

Sungguh, aku seneng kok, apalagi saat dia bilang kalau dia butuh saranku, dia juga ingin aku menemanin dia ke P.Kun.

Oh really??… sungguh, aku seneng. Seneng karna aku dibutuhkan olehnya.

Tapi jujur, aku juga cemas nih.

Terus terang semenjak terakhir kita ketemu di Sriwijaya, saat hari ULTAH Q. aku sudah mulai memadamkan apa yang pernah tertanam disini buat dia.

Memang ga cepat. Tapi perlahan dan pasti aku akhirnya bisa mengenyahkan dia di pikiranku. Saat aku sedang sendiri, atau lagi ngelamun, bayangannya dia udah ga menggangguku lagi!. Apalagi kita hampir ga pernah ketemu.

Setidaknya itu bisa membantuku melupakan dia. Melupakan setitik harapan yang kadang muncul di sini. Akhirnya aku bisa melupakan itu semua! Berikut harapan-harapanku, dan segala macam yang bersangkutan dengan mas.

Tapi aku tetap care sama si mas, apalagi saat dia ngirim sms menanyakan kabarku.

Cuman, perasaanku lah yang telah berubah…

Nah, ini dia yang aku cemaskan.

Aku takut perasaan lama ku muncul lagi.

Harusnya sih bisa. aku harus bisa mengendalikan diri saat bertemu dia. Yaa…harusnya…

Tapi apa daya, aku kadang terpaku oleh perhatiannya.

apalagi kalau aku sudah merasa comfort banget saat berada di samping dia.

Ahhh! Itu dia yang ingin aku hindari. Kenyamanan yang tercipta itulah yang ingin aku hindari…

Tapi bagaimana?.

Dia memang bisa membuat wanita merasa nyaman.

Tapi justru karna itulah awalnya aku mencintai si mas.

Ohh god… help me ..


lampu pijar di ruang ini sengaja aku temaramkan. Padahal di luar sana awan begitu pekat, menambah kelam suasana hati yang sedari kemarin sedang gundah

aku ingin gelap untuk menyambut hasrat kotor yang bergelora… lalu ku kesampingkan apa yang barusan terbersit. Apalagi yang pernah tertanam di alam logika ku

Persetan dengan yang namanya cinta suci!!.

Karna tidak akan ada cinta tanpa ditumbuhi nafsu.

Sekali aku tumbuhi cinta, selalu aku telan durinya.

Saat ini… aku tidak mau tahu dengan aturan. Tidak mau dengar juga suara hati. Apalagi yang namanya cinta

Aku hanya ingin menghilang sejenak dari duka ku kemarin.

Menyimpan dendam

Aku tidak perduli. Karna semua pun tidak mau perduli padaku.

Siapa yang bisa menghabiskan waktu di sini dengan kesucian?!.

Begitu juga aku.

Aku yakin, Tuhan tidak pernah mengenalku.

Dewa pun mungkin juga tidak menyukaiku.

Aku hanya seorang anak yang berjalan dengan pikiran dan ego.

Aku sekarang… bukanlah yang kemarin yang hanya memuja cinta tanpa noda.


“2 hr setelah pertemuan kita di SRIWIJAYA”
Tahukah engkau, di balik segurat senyum yang aku hadirkan. Terdapat serpihan luka yang masih menganga. di saat itu tanpa sengaja kamu malah menaburkan garam.

menambah sakiit.

Membuat hati ini ingin menangis, tapi aku tidak sanggup untuk menumpahkannya.

Mungkin telah habis. Mungkin aku telah lelah.

Dan aku hanya bisa membisu. Mendengar apa yang kamu ucapkan, tanpa ada sedikitpun bantahan dariku.

Posisi kita saat itu dekat. Hanya sejengkal tangan kecil ini…

Tapi serasa jauh untuk aku jangkau.

Ada sekat yang seakan-akan selalu memisahkan hati yang ingin kau ketuk.

Saat perbincangan kita kemarin, aku tahu kamu bimbang.

Aku tahu kamu ragu. Mungkin juga kamu takut.

Makanya, aku memaklumi rasa sakit yang diam-diam mulai merorong ku tiap pagi menjelang.

Apa cintaku ini salah?.

Diam-diam dalam tidur malamku, wajahmu selalu menjelma di tiap mimpi panjangku. Apa itu salahku?.

Jika aku mulai merindukanmu, apa itu juga salahku?.

Tolong, jangan salahkan aku, karna aku pun juga tidak tahu, sejak kapan perasaan ini begitu mellow jika aku ingat kamu.

Aku juga tidak tahu, sejak kapan aku mulai membutuhkan kamu.

Jadi tolong… jangan salahkan aku.

Kamu pun juga tidak salah.

Memberikan rasa sayang yang entah itu kapan, mulai aku balas dengan rasa yang sama.

Bahkan jika kamu ingin, aku akan memberikan yang lebih dari yang kamu kira.

Seperti yang pernah aku bilang, perasaan kita berdua memang tidak salah. Tapi bernoda…

Ada cacat di dalamnya. Sehingga ga layak untuk kita kenakan di hati kita.

Sebelum aku dekat denganmu , waktu yang aku lalui bagiku begitu monoton.

Walaupun ada jejak cinta yang masih membekas dalam ingatanku, tapi tidak merubah suasana hati yang ingin hanyut oleh rasa butuh dan memiliki.

Tapi tidak dengan adanya kamu.

Aku merasa nyaman… seperti di alam yang aku impikan, dengan hamparan rumput dengan bukit kecil yang membentang…

Saat kamu mendekati aku, secara tidak sadar aku juga merasakan sesuatu yang aku cari selama ini.

Aku sendiri tidak tahu apa itu…, karna sampai saat ini pun aku belum juga menemukan jawabannya.

Tapi yang aku tahu, aku merasa nyaman saat berdekatan denganmu.

Bagiku itu melebihi rasa yang pernah hinggap di lubuk hati ini.

Lebih dari sekedar kata sayang atau cinta.

Hingga aku benar-benar merasakan cinta.

Cinta ke kamu.

Lalu sekarang, apa harus kubuang jauh rasa ini?. Agar kita tetap bersama. Agar kamu tidak berlalu dari penglihatanku.

Kalau aku bisa, tentu sudah kulakukan jauh-jauh hari sebelum kita bertemu waktu itu…

Haruskah kumuntahkan semua yang sudah kadung menetap di hati ini untuk kamu?. Haruskah kupaksakan?.

Kalau memang itu yang kamu mau, kalau itu juga yang membuat kamu nyaman, yang bisa membuat hidupmu tenang, tolong! Beri aku cara agar aku bisa melakukan itu UNTUKMU. UNTUK AKU. Dan KITA.


Sehari…dua hari…, bagiku seperti setahun. Bahkan bila sepi merayap, menambah panjang deretan keluhanku….

Maka tidak bisa kusangkal lagi, kalau hari-hari ku terasa sunyi senyap bagai seribu tahun aku terkurung dalam penjara yang bernama sepi. Malah bukan setahun lagi yang kurasa…

Jam di dinding bergerak sebagaimana mestinya.

Tapi tidak dengan isi kepalaku…, hanya dia, dia, dan lagi lagi dia yang selalu memenuhi ruang kepalaku.

Hingga kepala ini penuh sesak tanpa aku sadari…

Berkali-kali aku melihat jarum jam. Ia bergerak, tapi kok terasa lama ya?…

Jarum pendek yang tadinya menunjuk di angka 1, lambat tapi pasti menunjuk ke angka 2.

Hhh…baru satu jam yang aku lalui, sejak isi kepalaku memikirkan dia…

Belum 3 jam lagi, 4 jam, 5 jam, 12 jam??…hh…lama sekali!.

Baru hari jum’at. Belum sabtu, minggu, senin, seminggu lagi, bahkan sebulan lagi?!!… oh tidak! Aku tidak sanggup!.

Silahkan kamu kalikan semuanya, berapa angka yang harus aku lalui tanpa dia?..

Aku tidak bisa membayangkan untuk keesokan harinya.

Apakah aku masih sanggup untuk bernafas lega tanpa menghadirkan wajahnya yang menghalangi tiap oksigen yang masuk ke rongga dadaku?…

Bahkan, baru sehari saja tanpa dia, rasanya seperti hidup di bulan tanpa bantuan pernafasan.

(Heh…gombal!!, sedahsyat itukah perasaanku?).

Terserah!, aku memang tidak bisa menafsirkan atau mengartikan rasa rinduku ini ke dia seperti apa.

Tapi memang begitulah adanya….

Aku sendiri juga tidak mengerti. Kenapa aku bisa kangen dengan kalimat basa-basinya yang selalu ia dahulukan saat mengirimkan pesan singkatnya.

Aku tidak tahu, kenapa aku bisa kangen dengan cerita hidupnya yang kadang membuatku bosan mendengarnya, tapi ternyata itulah yang aku kangenin.

Aku tidak tahu, kenapa aku bisa kangen dengan sambutan hangat tangannya yang memegang telapak tanganku kala singgah di dadanya.

Aku tidak tahu, kenapa aku bisa kangen dengan tiap gerakan keningnya, yang membuat wajah terutama di keningnya mengerut, pertanda usia yang sebenarnya.

Awalnya aku tidak suka kerutan di dahinya itu… tapi rasaku berubah, seiring manis senyumnya yang ia sertakan di setiap kening itu berkerut…

Kapan ya aku bisa lagi melewati fase bahagiaku saat dia berada di sisiku?.

Huh…hari yang melelahkan, hanya untuk menunggu 1 orang yang kutunggu.


Akhirnya semesteran sudah selesai…

Legaaaa deh!. Tapi ada dispensasi dari sebuah kata lega itu.

Aku ga bisa sering-sering lagi melihat si MAS. Senyumannya. Teduh matanya. Aku tidak bisa melihat lagi tangannya yang suka menari-nari untuk menguatkan cerita hidupnya… agh!…aku yakin, aku akan sangat merindukannya.

Tapi dia berjanji sih, untuk tetap menghubungi aku, walau lewat sms.

Dia juga berjanji, kalau aku siaran malam, dia mau nemenin aku. Sebagai pengobat rindunya untuk bisa bertemu aku…so sweet…J

Ya, dia memang manis. Cowok yang paling manis, yang selama ini aku kenal. Mungkin baru dia, cowok yang paling manis yang aku kenal. Cowok yang paling sopan. Cowok yang pemalu. Cowok yang ga gentle walau hanya memegang tanganku. Cowok yang selalu mengedepankan rasional-nya dari pada hasrat apalagi nafsu birahinya.

Cowok yang aneh, tapi justru dari ke anehannya itulah yang aku suka!.

Cinta memang menyimpan sejuta misteri.

Walau aku sendiri belum ngeh “apa aku mencintai si mas?”. Tapi aku mulai mendekati cinta untuk si mas!!. Wow…gawat nih!!.

Aku mulai merasakan rindu jika sehari saja aku tidak mendapat kabar darinya.

Hariku terasa ga tenang, jika selama sehari saja ia tidak mengirimkan pesan singkatnya.

Aku selalu bertanya-tanya, ada apakah gerangan yang membuatnya melupakan aku?, melalaikan aku walau Cuma sehari saja.

Jika pertanyaan-pertanyaanku tidak ku temukan jawabannya, aku mulai merasa kesal, Ngambek, entah pada siapa…

Cinta memang aneh.

Dia bisa saja turun menimpa siapa saja yang ingin dia singgahi…

Dia bisa sesuka hati menaruh ke hati siapa saja, tanpa pandang bulu siapa yang menjadi korban atas cintanya.

Datang tidak diundang, pulang tidak diantar (kayak jaelangkung J)…

Cinta seperti peri, yang memberikan pertolongan pada jiwa yang hampa oleh sepi hadirnya sang kekasih. Tapi dia bisa saja langsung menjelma seperti iblis, yang mengatasnamakan cinta lalu mengesampingkan realita yang ada.

Begitu juga dengan aku…

Untuk saat ini, aku sedang menjelma seperti peri, yang menabur benih-benih cinta untuk dia yang ada di sana. Mulai menanam rindu di balik sekat hati yang tersimpan rapat di hati si mas. Memberi kebaikan untuk kebahagiaan kita bersama.

Lalu mungkin di suatu saat nanti, aku mulai merampas paksa hatinya yang telah kutumbuhi cinta dengan liar…, menjelma menjadi seperti yang tidak aku inginkan!.

Aku tidak ingin menjelma seperti itu…

Aku ingin tetap menjadi peri, peri untuk dia yang ada di sana

menyimpan rapat-rapat rindu yang ada, demi kebaikannya.

Memberikan cinta, dengan diam-diam, tanpa mengganggu siapapun, jika memang aku telah sadar cinta itu telah tumbuh…

Tapi aku tidak bisa mencegah apa yang akan terjadi nanti,

Sama halnya aku tidak bisa mencegah cinta yang pelan-pelan mulai menggelayuti aku kini, tanpa aku mau!.

Aku tidak tahu. karna tiap kali aku bertanya, apa yang membuatku berputar haluan, dari yang menghormatinya menjadi ingin dicintai dia?, tetap saja belum aku temukan jawabannya.

Yang ada malah kepasrahan berbalut hasrat.

Aku pasrah jika memang aku mulai menggilainya.

Aku pasrah jika dia mulai menguasai jiwa ini, hingga seluruh pikiran dan otakku hanya tertuju padanya. Sungguh, aku pasrah…

Tapi aku masih berharap, bahwa di balik kepasrahanku, ada sedikit celah penolakan. agar tidak seluruhnya hatiku dikuasai oleh dia… ,dia yang mulai menggangguku…

aku


Apakah masih ada cinta yang tersisa di hati ini untuk seseorang yang kelak datang untuk membahagiakanku?.

Aku tidak tahu, karna kata “penyesalan” masih baru tercium di ingatan.

Kata yang membuatku bergidik untuk bangkit mencari cinta yang baru.

Kata yang kadang membuatku muak, lalu ingin segera memuntahkannya.

Kata yang kadang mengusungku ke kata yang membuatku takut, yaitu “trauma”…

Kata yang mamasungku untuk setiap kali kaki ini ingin beranjak pergi menemui belahan jiwa disana…

Aku ingin segera mengenyahkan kata itu dari pikiran yang selalu menggelayuti jiwa ini.

Tapi apa daya…, aku seorang wanita pencari cinta sekaligus yang meragukan arti cinta.

semua karna waktulah yang membuatku seperti ini.

karna pria-pria pemakan cintalah yang membuatku berkali-kali jatuh oleh keserakahan yang ingin dimiliki para pemakan cinta itu.

Karna kepasrahan yang terengut paksa yang berdalih kesetiaan, lalu berujung kekecewaan.

Semua karna satu hal, aku telah berandai-andai dulu bahwa aku telah menemukan cinta, aku menaruh cinta di hati yang salah sebelum aku menemukan di mana cintaku yang sesungguhnya.

Aku telah banyak memakan duri dari kembang cinta.

Hingga yang ada hanya luka di kerongkongan dan menjalar ke jantung dekat dengan hati.

aku memang seorang wanita pencari cinta sekaligus yang meragukan arti cinta

namun, aku tetaplah seorang wanita yang ingin ada seorang yang menuntunku untuk sama-sama mencari bahagia ke syurga yang bernama cinta.

Aku ingin ada seorang yang menggandeng tangan erat kala aku hampir tertatih menyusuri jalan yang sempit dan gelap.

Aku tetaplah wanita, yang punya keinginan sama dengan kaumku. Yaitu menemui ketenangan bersama belahan jiwanya.

Tapi, keinginan yang kurasa akan kutemui kemarin, harus selalu pupus saat aku mulai menghilangkan kata “penyesalan” dan mulai menanam bibit harapan.

Aku kembali di tampar dan disadarkan, bahwa aku harus selalu berdekatan dengan kata “penyesalan”.

Itu takdirku?

Aku yakin bukan, karna setiap insan tidak pernah dilahirkan oleh sebuah rasa yang bernama “penyesalan”.

Lalu bagaimana dengan hari-hari yang telah kulalui?.

Apakah aku harus tetap menanamkan kata itu hingga aku harus selalu berhati-hati pada seorang anak manusia yang bernama lelaki?.

Dan kini, sebuah harapan sempat singgah dan merayuku untuk melupakan kata yang kadung tertanam di hati ini.

Kini, keraguanku mulai goyah saat ada seorang yang mulai mengusik hari-hariku belakangan ini.

Hariku dibuat tak menentu hanya karna senyumannya.

Tidurku tak nyenyak hanya karna sehari tidak mendengar suaranya.

gairahku membara, saat aku akan bertemu dengannya.

Lalu kemana kata “penyesalan” yang terselip di hati, dan ingin ku abadikan seumur hidupku agar aku aman dengan yang namanya sakit hati…?…

3 hari ini aku berkutat dengan mencari kata itu… bagai magis, dia lenyap entah kemana…

meninggalkan ku dengan sejuta pertanyaan.

Membiarkan ku meraba-raba sendiri, apakah benar dia yang kucari?. Apa aku akan menemukan cintaku di hatinya?…diakah cintaku yang sesungguhnya?…dan pertanyaan-pertanyaan yang sama seperti dulu.

Aku, mungkin akan tetap sama seperti kemarin.

Seorang wanita pencari cinta sekaligus yang meragukan arti cinta .

Hingga aku larut, dan membiarkan kata “penyesalan” itu datang lagi, namun dengan versi yang berbeda…

Entah,

karna aku memang wanita pencari cinta sekaligus yang meragukan arti cinta.