Hari ini…aku menemukan jawaban dari semua pertannyaanku tentang ini.
Pertahananku bahwa aku tetap merasa bahagia berada di sini.
Meyakini, bahwa di sinilah duniaku. Yang aku mau, yang kuingini.
Tapi…dari semua keyakinanku, semua pertahananku, aku baru ingat di pagi ini…
Bahwa semua adalah karena satu.
Satu sosok yang membuat aku bertahan disini.
Tetap merangkul kebahagiaan, walau hanya bayang-bayang yang tersisa disini.
Tetap mengingat semampu aku mengingatnya.
Yah…disini.
Hanya disini, tempat satu-satunya yang mampu utuh menggambarkan dirinya.
Jika satu langkah aku keluar dari sini, maka kenangan itu seperti puzzle yang belum tuntas membentuk gambarnya.
Jika dua langkah aku keluar dari sini, kenangan itu menjadi pecah dalam ingatanku.
Tidak mampu aku bayangkan jika sepuluh langkah dan tidak akan kembali lagi disini. Aku takut kehilangan bayangnya. Karna hanya itu yang tersisa dalam ingatanku. Hanya tempat ini kenangannya. Aku dan dia…
Di pagi ini aku merangkai masa depan. Aku akan meninggalkan tempat ini, bukan karna aku benci. Tapi masih ada citaku yang tersisa di luar sana. Dan harus ku cari di sana, karna waktuku telah terbuang percuma disini.
Jika memang aku harus pergi…aku belum menemukan jawaban pasti, apakah aku tetap bisa mengingatnya dimanapun aku melangkah…atau dimanakah tempat untuk aku menemuinya nanti.
Apakah ia akan menemukanku, jika suatu hari nanti ia ingat aku. Sedangkan selama ini, hanya tempat inilah kembalinya ia disisiku.
Telah lama ia pergi…dan sampai saat ini. aku masih berharap ia kembali. Maka itu aku selalu bertahan disini, bila suatu saat ia tlah kembali.
mm…aku merindukannya, selalu.
Tapi kini aku mulai lelah…menanti yang tak kunjung tiba. Sedangkan aku diburu waktu.
Akhirnya aku memilih.
Mencoba untuk melepaskan kenangan. Demi hasrat untuk merajai dunia ini.
Bila kelak aku mampu menundukkan dunia, aku yakin ia pasti akan melihatku…melihat bila aku tetap menantinya, walau di tempat yang berbeda.

Tiap hari aku bertanya. Pada malam yang hanya membisu…pada bintang yang hanya mengerlip.
Kapan dia akan datang?.
Suatu kali, aku pernah bermimpi…memimpikan dia…
Dan itu bukan hanya sekali, karna aku menghitungnya.
Kata orang, mimpi itu bunga tidur. Bisa juga saat kita menginginkan sesuatu, lalu hadirlah mimpi itu…, atau justru sebaliknya. Ada orang yang sangat ingin menjumpaiku, lalu hadirlah mimpi itu. Dan terakhir kata orang, itu adalah titipan pesan dari penguasa.
Aku tidak berharap banyak, walau aku menginginkan yang ke2 dan ke3 dalam mimpiku.
Pada pagi yang beranjak, saat kesibukan selalu menjumpaiku…tidak pernah sedetikpun aku mampu melupakannya.
Aku tahu, perasaan ini tidak akan pernah bisa padam sebelum aku melihatnya.
Mengungkapkan, bahwa selama ini aku merindukannya.
Meminta maaf, atas pengabaianku terhadapnya dulu.
Kesalahan terbesar sepanjang hidupku adalah membiarkannya pergi…
menutup mata bahwa cintanya tak pernah mati, walau aku selalu berusaha memadamkannya dengan ulahku.
Aku sadar itu. Dan aku sadar, aku telah terlambat.
Dan ini adalah yang ke99 kali aku memimpikannya.
Bila mimpi semalam dari rasa rinduku, kau tahu kan, berapa kali aku merindukannya?.
Makanya, aku selalu takut untuk tidur malam.
Takut pada malam yang mulai menjumpaiku…



Kata orang, cinta pertama tidak akan pernah mati.
Mungkin memang benar.
Setidaknya, itulah yag aku rasakan.
Cinta pertamaku tidak pernah padam, walau berulang kali aku ingin mematikannya.
Lagi lagi aku kangen dia…pada cinta pertamaku.
Sedang apa dia?.
Berada di mana?
Aku hanya bisa mencegah kerinduan ini agar tidak menyakitiku, saat aku kembali merindukannya. Akhirnya…aku hanya bisa menangis, menekan agar tidak seorang pun yang tau…

Bunda…
Di satu masa, aku terlena dengan bayangku sendiri
Aku pernah melupakanmu… menepis kehadiranmu yang berarti buatku
Bunda…
Setiap senja menyambut, aku tahu hanya aku yang ada di pikiranmu. Menanti kapan aku akan pulang…
Begitu juga saat fajar mulai menapaki meganya…
Setiap sujudmu…setiap derai tangismu…dalam bisikmu padaNya, namaku tak pernah berhenti kau sebut…
Tapi tak pernah satupun sikapku membuatmu bahagia…apalagi tersenyum…
Bunda…
Dalam ketidak sempurnaanmu sebagai hambaNya, engkau sangat sempurna untukku…bahkan kadang aku tidak bisa mengimbangimu.
Namun, ingatlah bun…dalam ketidak sempurnaanku sebagai anakmu, doaku selalu ingin membahagiakanmu. Dalam rapatnya mulutku, hanya kamu yang ku fikirkan…




3 bulan yang lalu…

Dia di sisiku…
Semalem, bahkan baru lima menit yang lalu… .
dia ada di sisiku, tapi tetap…aku merasa tak mampu menjangkaunya.
Dia bukanlah orang yang tinggi dalam strata kemanusiaan. Yang kebanyakan orang memandang bibit bebet bobot. Jika ketiga hal itu mengungguli “kepunyaanku” baru orang itu bisa kubilang “tinggi”.
Tidak, dia tidak tinggi, walau ia mempunyai postur tubuh yang tinggi.
Dan setahuku, dia juga mempunyai hati yang tinggi. Hingga aku susah untuk menjangkaunya.
Susah untuk mengejar hatinya, apalagi mendahuluinya.
Entah…apa yang membuatnya sebegitu beku untuk membuka pintu lama yang sempat dia buka, dan pernah kumasuki itu.
Mungkin, kini dia menertawakan aku. Sama seperti waktu yang mulai menertawakanku akan sebuah keinginan untuk mempertahankan cinta lamaku.
Dalam simpul senyum tipisnya. Kulihat ada keraguan tersirat di bola hitam matanya.
Aku terluka… karna dia meragukan aku, bahkan bila ku ingat, semenjak dulu ia selalu meragukan aku.
Tapi selalu saja aku mampu mengobati luka itu. Memang dengan banyak cara.
Salah satunya menghilangkan sejenak wajahnya dari otakku.
Hingga tanpa sadar, aku mulai menikmati harapan yang tersisa dengan kesendirianku.
Daan…
Waktu itu.
Tepatnya senja itu. Kita berada dalam 1 ruangan. Memecah kesunyian dengan nyanyian hasrat yang bergelora…
Dan sejak itu, aku kembali mendengungkan namamu di setiap mimpiku.
Diam-diam dan tanpa setahuku sendiri, aku mulai menghadirkan kamu di setiap aktivitasku, bahkan mampu menyingkirkan nama lama yang selalu ku simpan dengan baik disini.
Salahkah aku, jika waktu yang kita lalui berdua kembali menghadirkan harapan buatku?.
Apakah salah, jika aku ingin mengganti nama lama menjadi namamu. Karna waktu yang sempat kita lewati hanya seumur jagung.
Salah?…kalau aku ingin kembali memasuki ruang hatimu yang tetap membeku, semenjak kutinggal pergi…
Jika kamu masih enggan untuk menerima aku memasuki bahkan melihat-lihat seluruh hatimu. Biarkan aku berdiri di pintumu,
lalu melihat kau tersenyum padaku saat membuka pintu itu… walau kamu belum mempersilahkanku masuk, setidaknya kamu punya hasrat untuk membukanya kembali padaku.

2 bulan lalu…



Hari telah berlalu…kuharap kesedihan yang pernah melandaku kemarin juga telah berlalu…
Berganti dengan senyum, menyambut hari dengan penuh optimis.
Pernah terbersit untuk membenci dia selamanya…bahkan hingga perasaan ini beku. Dan mencair kembali…
Tapi tidak!!, aku tidak ingin mengambil kesimpulan hanya berdasarkan pada pikiranku saja, apalagi pada nafsuku sendiri.
Kali ini, aku harus objektif.
Aku harus mau melihat hatinya. Mengerti bahwa inilah yang ia mau.
Mungkin, dia punya maksud. Dia punya alasan yang tepat untuk berbuat seperti itu. Dan aku yakin, dia begitu karna merasa bahagia.
Dan sekarang!!…
Dari lubuk hatiku, aku tidak lagi menyimpan dendam, amarah atau sejenisnya.
Aku juga turut bahagia bila dia pun bahagia, walau bukan bersamaku.
Keinginan dan kenyataan yang tidak searah…aku mulai percaya itu
Tau tidak?, hari ini adalah hari yang membahagiakan.
Hari yang membuat aku bisa terbang, tanpa di bebani perasaan bersalah, takut, pesimis,…
Aku senang…
Karna aku ternyata bisa seperti ini lagi.
Membiarkan orang yang kusayangi berbahagia…

Kini...


Cintaku seperti kaca…
Mudah pecah lalu tidak bisa dikembalikan lagi seperti semula.
Kalaupun bisa di sambung, retaknya tetap terlihat…dan membekas
Tapi cintaku juga seperti salju…
Dimanapun ia jatuh turun, di injak… warnanya tetap putih…bersih…

Walaupun rasa ini masih ada, dan memang… aku merindukanmu, tapi sakit ini tetap membekas…

Sayang…tahu nggak?, bahwa kemarin…kamulah yang mampu membuatku tersenyum…
Tapi kamu tidak pernah menenangkan aku dari gemuruh cintaku yang menggebu kala itu.
Sayang…jujur, hanya bayangmu yang selalu mengikutiku.
Tapi pernahkah waktu itu perasaanmu tertuju hanya padaku?…
Aku tidak pernah letih mencintaimu…entah kamu tahu atau tidak.
Tapi setidaknya, aku yakin, kamu pernah merasakan dan melihat ada sinar yang berbeda di mataku saat melihat kamu….
Dan kamu?,
hanya diam…selalu diam.
Dan aku hanya bisa meraba, apa yang kamu rasakan…
seperti yang aku rasakankah?.

Sekarang…apa yang akan kau pinta?.
Rasa seperti kemarin?…lalu bagaimana dengan lukaku?.
Kalau permintaanmu baru keluar dari bibir kecilmu, bagaimana dengan hari lalu?, kemana kata-kata itu…
Aku tidak pernah mendendam…karna aku tidak pernah bisa membencimu, apalagi sampai menyimpan dendam untukmu.
Tapi kali ini, biarkan aku sendiri.
Karna aku hanya ingin sendiri…


malam ini hujan…
bau tanah yang menyeruak di hidungku memutar peristiwa yang pernah aku alami.
Ditambah suara yang lamat-lamat terdengar… mengiris relung hatiku. Membuat ingatanku semakin jelas, kembali ke 2 bulan yang lalu…


Saat aku menulis ini, langit di awan sana berubah mendung…

Hembusan anginnya terasa sejuk kuhirup…

Aku melewati hari-hari kritis kemarin.

Hari yang membuatku merasa rendah diri atas ketidak mampuanku mewujudkan keinginan mama.

Hari yang melelahkan, karna segenap pikiranku, keinginanku yang tidak bisa sejalan dengan kenyataan. Hingga aku mengkoreksi “apa yang salah?”…

dan, pada akhirnya baru aku tau, banyak sekali yang dengan sengaja atau tidak, aku telah melalaikan beberapa atau malah mungkin sebagian besar teman dan sahabatku.

Sehingga mereka membiarkan aku sendiri…

Hanya melihatku, tanpa mau menghapus air mata ini, apalagi merengkuh bahuku…dan berkata “aku selalu ada di sampingmu”

Seperti baru terbangun dari mimpi.

Ternyata selama ini aku telah mengabaikan orang lain, dan membiarkan aku bergelut dengan duniaku sendiri. bermain dengan diriku sendiri, hanya aku…, tanpa melibatkan orang-orang di sekelilingku.

Aku hanya mau berpaling di saat aku ingin berpaling. Selebihnya, selalu ku biarkan wajah ini menghadap ke depan, sesekali mendongakkan dagu ke atas, tanpa mau sedikitpun mau menoleh. Apalagi tersenyum.

Tapi waktu terus berputar… tidak mungkin aku bisa mengulangi masa lalu, masa-masa yang hanya ku habiskan dengan kesibukanku sendiri.

Harusnya ku sempatkan waktuku untuk mereka.

Dan harusnya aku juga mampu untuk meredam gengsi dan ke-maluanku.

Lalu…, bagaimana menukar waktu yang telah terbuang itu?.


Angin…adakah ia tahu, bahwa kini aku merindukannya?.

Adakah ia tahu, bahwa kini aku merasakan sepi, hal yang sangat aku takutkan selama ini…

Dia telah pergi…

Pergi untuk satu buah alasan yang membuatku sakit.

Membuatku kalah.

Dalam hidupku, tidak ada yang namanya kalah…

Tapi mengalah untuknya, sungguh membuatku berharga.

Berharga karna aku tetap mampu mencintainya, walau bukan akulah yang membahagiakannya.