3 bulan yang lalu…

Dia di sisiku…
Semalem, bahkan baru lima menit yang lalu… .
dia ada di sisiku, tapi tetap…aku merasa tak mampu menjangkaunya.
Dia bukanlah orang yang tinggi dalam strata kemanusiaan. Yang kebanyakan orang memandang bibit bebet bobot. Jika ketiga hal itu mengungguli “kepunyaanku” baru orang itu bisa kubilang “tinggi”.
Tidak, dia tidak tinggi, walau ia mempunyai postur tubuh yang tinggi.
Dan setahuku, dia juga mempunyai hati yang tinggi. Hingga aku susah untuk menjangkaunya.
Susah untuk mengejar hatinya, apalagi mendahuluinya.
Entah…apa yang membuatnya sebegitu beku untuk membuka pintu lama yang sempat dia buka, dan pernah kumasuki itu.
Mungkin, kini dia menertawakan aku. Sama seperti waktu yang mulai menertawakanku akan sebuah keinginan untuk mempertahankan cinta lamaku.
Dalam simpul senyum tipisnya. Kulihat ada keraguan tersirat di bola hitam matanya.
Aku terluka… karna dia meragukan aku, bahkan bila ku ingat, semenjak dulu ia selalu meragukan aku.
Tapi selalu saja aku mampu mengobati luka itu. Memang dengan banyak cara.
Salah satunya menghilangkan sejenak wajahnya dari otakku.
Hingga tanpa sadar, aku mulai menikmati harapan yang tersisa dengan kesendirianku.
Daan…
Waktu itu.
Tepatnya senja itu. Kita berada dalam 1 ruangan. Memecah kesunyian dengan nyanyian hasrat yang bergelora…
Dan sejak itu, aku kembali mendengungkan namamu di setiap mimpiku.
Diam-diam dan tanpa setahuku sendiri, aku mulai menghadirkan kamu di setiap aktivitasku, bahkan mampu menyingkirkan nama lama yang selalu ku simpan dengan baik disini.
Salahkah aku, jika waktu yang kita lalui berdua kembali menghadirkan harapan buatku?.
Apakah salah, jika aku ingin mengganti nama lama menjadi namamu. Karna waktu yang sempat kita lewati hanya seumur jagung.
Salah?…kalau aku ingin kembali memasuki ruang hatimu yang tetap membeku, semenjak kutinggal pergi…
Jika kamu masih enggan untuk menerima aku memasuki bahkan melihat-lihat seluruh hatimu. Biarkan aku berdiri di pintumu,
lalu melihat kau tersenyum padaku saat membuka pintu itu… walau kamu belum mempersilahkanku masuk, setidaknya kamu punya hasrat untuk membukanya kembali padaku.

2 bulan lalu…



Hari telah berlalu…kuharap kesedihan yang pernah melandaku kemarin juga telah berlalu…
Berganti dengan senyum, menyambut hari dengan penuh optimis.
Pernah terbersit untuk membenci dia selamanya…bahkan hingga perasaan ini beku. Dan mencair kembali…
Tapi tidak!!, aku tidak ingin mengambil kesimpulan hanya berdasarkan pada pikiranku saja, apalagi pada nafsuku sendiri.
Kali ini, aku harus objektif.
Aku harus mau melihat hatinya. Mengerti bahwa inilah yang ia mau.
Mungkin, dia punya maksud. Dia punya alasan yang tepat untuk berbuat seperti itu. Dan aku yakin, dia begitu karna merasa bahagia.
Dan sekarang!!…
Dari lubuk hatiku, aku tidak lagi menyimpan dendam, amarah atau sejenisnya.
Aku juga turut bahagia bila dia pun bahagia, walau bukan bersamaku.
Keinginan dan kenyataan yang tidak searah…aku mulai percaya itu
Tau tidak?, hari ini adalah hari yang membahagiakan.
Hari yang membuat aku bisa terbang, tanpa di bebani perasaan bersalah, takut, pesimis,…
Aku senang…
Karna aku ternyata bisa seperti ini lagi.
Membiarkan orang yang kusayangi berbahagia…

Kini...


Cintaku seperti kaca…
Mudah pecah lalu tidak bisa dikembalikan lagi seperti semula.
Kalaupun bisa di sambung, retaknya tetap terlihat…dan membekas
Tapi cintaku juga seperti salju…
Dimanapun ia jatuh turun, di injak… warnanya tetap putih…bersih…

Walaupun rasa ini masih ada, dan memang… aku merindukanmu, tapi sakit ini tetap membekas…

Sayang…tahu nggak?, bahwa kemarin…kamulah yang mampu membuatku tersenyum…
Tapi kamu tidak pernah menenangkan aku dari gemuruh cintaku yang menggebu kala itu.
Sayang…jujur, hanya bayangmu yang selalu mengikutiku.
Tapi pernahkah waktu itu perasaanmu tertuju hanya padaku?…
Aku tidak pernah letih mencintaimu…entah kamu tahu atau tidak.
Tapi setidaknya, aku yakin, kamu pernah merasakan dan melihat ada sinar yang berbeda di mataku saat melihat kamu….
Dan kamu?,
hanya diam…selalu diam.
Dan aku hanya bisa meraba, apa yang kamu rasakan…
seperti yang aku rasakankah?.

Sekarang…apa yang akan kau pinta?.
Rasa seperti kemarin?…lalu bagaimana dengan lukaku?.
Kalau permintaanmu baru keluar dari bibir kecilmu, bagaimana dengan hari lalu?, kemana kata-kata itu…
Aku tidak pernah mendendam…karna aku tidak pernah bisa membencimu, apalagi sampai menyimpan dendam untukmu.
Tapi kali ini, biarkan aku sendiri.
Karna aku hanya ingin sendiri…


malam ini hujan…
bau tanah yang menyeruak di hidungku memutar peristiwa yang pernah aku alami.
Ditambah suara yang lamat-lamat terdengar… mengiris relung hatiku. Membuat ingatanku semakin jelas, kembali ke 2 bulan yang lalu…


Saat aku menulis ini, langit di awan sana berubah mendung…

Hembusan anginnya terasa sejuk kuhirup…

Aku melewati hari-hari kritis kemarin.

Hari yang membuatku merasa rendah diri atas ketidak mampuanku mewujudkan keinginan mama.

Hari yang melelahkan, karna segenap pikiranku, keinginanku yang tidak bisa sejalan dengan kenyataan. Hingga aku mengkoreksi “apa yang salah?”…

dan, pada akhirnya baru aku tau, banyak sekali yang dengan sengaja atau tidak, aku telah melalaikan beberapa atau malah mungkin sebagian besar teman dan sahabatku.

Sehingga mereka membiarkan aku sendiri…

Hanya melihatku, tanpa mau menghapus air mata ini, apalagi merengkuh bahuku…dan berkata “aku selalu ada di sampingmu”

Seperti baru terbangun dari mimpi.

Ternyata selama ini aku telah mengabaikan orang lain, dan membiarkan aku bergelut dengan duniaku sendiri. bermain dengan diriku sendiri, hanya aku…, tanpa melibatkan orang-orang di sekelilingku.

Aku hanya mau berpaling di saat aku ingin berpaling. Selebihnya, selalu ku biarkan wajah ini menghadap ke depan, sesekali mendongakkan dagu ke atas, tanpa mau sedikitpun mau menoleh. Apalagi tersenyum.

Tapi waktu terus berputar… tidak mungkin aku bisa mengulangi masa lalu, masa-masa yang hanya ku habiskan dengan kesibukanku sendiri.

Harusnya ku sempatkan waktuku untuk mereka.

Dan harusnya aku juga mampu untuk meredam gengsi dan ke-maluanku.

Lalu…, bagaimana menukar waktu yang telah terbuang itu?.